Dalam membahas budaya wayang yang berkembang di Indonesia kita juga harus
mengetaui tentang kelahiran budaya
wayang itu sendiri. Dalam buku yang dibuat oleh Ir. Sri Mulyono yang berjudul “Simbolisme dan
Mistikisme dalam Wayang” tahun 1979, budaya wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, sekitar 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu
didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehistoric Research
in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia
Indonesia halaman 987. Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang adalah budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau
Jawa. Keberadaan wayang juga umurnya sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke
Pulau Jawa. Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het
Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau
menunjukkan keyakinannya bahwa budaya wayang merupakan pertunjukan asli Jawa.
Definisi arti kata `wayang’ juga berasal dari kata `wewayangan’, yang artinya
bayangan. Definisi ini sesuai dengan kenyataan pada
pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas
antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Dalam disertasi Dr. Hazeau dikatakan bahwa
wayang adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada
kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit
seperti yang kita kenal sekarang. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang
jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh
seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis
seruling), dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga
masih belum ada.
Untuk lebih menjawakan budaya
wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain
yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata.
Sejak saat itulah cerita – cerita
Panji, yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan
sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih
banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa
ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah
para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.
Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit.
Sejak zaman Kartasura, pengubahan
cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata semakin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat
penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang
berawal dari Nabi Adam. Silsilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya,
mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan
cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi
yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.
Kesimpulan yang didapat adalah Wayang merupakan salah satu seni budaya asli dari
bangsa
Indonesia yang paling popular dan banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia
maupun turis asing.
Budaya wayang ini juga
meliputi Seni Peran, Seni Suara, Seni Musik, Seni Tutur, Seni Sastra, Seni Lukis, Seni Pahat, dan Seni Perlambang. Perlu
diketahui budaya wayang juga
mempunyai banyak kelebihan yaitu sebagai Media Penerangan, Media Dakwah, Media Pendidikan, Media Hiburan, Pemahaman Filsafat, serta Media Hiburan.
Sumber
: http://cahcepu.com/blog/wayangkulit/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar